Suara-Suara Air Jadi Tema Makassar Biennale 2023 di Pangkep

Suara-Suara Air Jadi Tema Makassar Biennale 2023 di Pangkep

MD
Munjiyah Dirga Ghazali

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

“Tetapi, sejauh ini, galeri di Rumah Informasi telah resmi ditutup pada tanggal 10 Oktober. Sekarang sisa di DiTimur Space yang berlangsung hingga 16 Oktober,” Daus melanjutkan.

Husain Abdullah yang akrap disapa Cenk, merepsons isu air dengan mural yang dibuatnya di tiga titik. Pertama, di Leang Kassi Kampung Belae dengan tulisan: Deburnya Kian Menghilang, Kedua, di tembok kantor Rumah Saraung bertuliskan Mata Air dan Air Mata, dan terakhir di pagar tembok Pengadilan Negeri Pangkajene dengan teks: Karst Sumber Air yang Menghidupi.

Suara-Suara Air Jadi Tema Makassar Biennale 2023 di Pangkep
Pengunjung di galeri Di Timur Space pada malam pembukaan 1 Oktober lalu.(Pangkep.terkini.id).

Melalui sesi bincang Suara Seniman yang digelar pada Senin, (2/10) di Rumah Informasi BPK. Cenk menjelaskan jika tantangan yang dihadapi dalam mengerjakan mural di tiga titik tersebut bukannya tanpa intimidasi, ia kepergok oleh pegawai Pengadilan Negeri yang memintanya berhenti mencoreti tembok. Namun, Cenk meyakinkan jika mural itu merupakan karya seni dan bukan tindakan vandal. Pesannya berisi edukasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem karst.

“Lebih baik ditangkap aparat ketimbang warga,” celetuknya yang memantik tawa. Ujarannya itu tidak main-main karena kekuatan massa bisa membabi buta di tempat, sedangkan aparat akan diamankan ke kantor dan bisa membangun dialog dan negosiasi.

Suara air semakin terdengar dalam karya yang ditampilkan Ais Nurbiyah Al Juma’ah. Audio visual yang disusunnya memiliki keterkaitan dengan praktik upacara sebelum turun ke sawah. Hal itu lalu menjadi pengantar dalam melihat perubahan ekosistem pertanian yang makin bertumpu pada teknologi dan pupuk kimia.

Ais, melalui sosok neneknya yang menjadi subyek dalam pajangan foto menjadi jendela dalam melihat lingkungan sosial di Desa Tabo-Tabo, Bungoro. Desa di mana bendungan terbesar di Pangkep berada, sekaligus kontras dengan situasi air yang dihadapi warga di sana. Utamanya mengenai siklus pertanian yang hanya dilakukan sekali dalam setahun.