Ujarannya itu tidak main-main karena kekuatan massa bisa membabi buta di tempat, sedangkan aparat akan diamankan ke kantor dan bisa membangun dialog dan negosiasi.
Suara air semakin terdengar dalam karya yang ditampilkan Ais Nurbiyah Al Juma’ah. Audio visual yang disusunnya memiliki keterkaitan dengan praktik upacara sebelum turun ke sawah. Hal itu lalu menjadi pengantar dalam melihat perubahan ekosistem pertanian yang makin bertumpu pada teknologi dan pupuk kimia.
Ais, melalui sosok neneknya yang menjadi subyek dalam pajangan foto menjadi jendela dalam melihat lingkungan sosial di Desa Tabo-Tabo, Bungoro. Desa di mana bendungan terbesar di Pangkep berada, sekaligus kontras dengan situasi air yang dihadapi warga di sana. Utamanya mengenai siklus pertanian yang hanya dilakukan sekali dalam setahun.
F Daus AR dari Rumah Saraung, kolaborator Makassar Biennale di Pangkep, menerangkan jika pameran berlangsung di dua tempat, yakni di DiTimur Space dan Rumah Informasi Balai Pelestarian Kebudayaan di Kampung Belae.
“Pameran di DiTimur Space berlangsung hingga 16 Oktober, sedangkan di Rumah Informasi hingga 10 Oktober saja karena terkait perizinan,” ungkapnya.