Suara-Suara Air Makassar Biennale 2023 di Pangkep

Suara-Suara Air Makassar Biennale 2023 di Pangkep

MD
Munjiyah Dirga Ghazali

Penulis

Terkinidotid Hadir di WhatsApp Channel
Follow

Terkini.id, Pangkep - Makassar Biennale merupakan peristiwa, forum, dialog, dan kerja-kerja kebudayaan berskala internasional yang berlangsung setiap dua tahun dan telah dua kali digelar di Pangkep, yang pertama berlangsung di tahun 2021, akan tetapi tidak menggelar pameran. Barulah kali kedua di tahun 2023 ada pameran karya dan itu merupakan yang pertama di Pangkep.

Menemani ‘Maritim’ sebagai tema abadi Makassar Biennale, Pangkep meresponsnya dengan isu air yang lahir melalui proses penelitian dan telah terangkum dalam buku Riwayat Gunung dan Silsilah Laut (Makassar Biennale: 2023), bersama penelitian tim kerja lima kota di tiga provinsi seperti Makassar dan Parepare (Sulawesi Selatan), Labuan Bajo (NTT), dan Nabire (Papua Tengah).

Empat seniman yang terlibat dalam residensi di Pangkep kemudian melanjutkan pembacaan melalui serangkaian kerja lanjutan yang bertumpuh pada riset mandiri yang dilakukan sebelum melalukan proses pengariyaan, Senin 9 Oktober 2023.

Gandhi Eka, seniman komik asal Bandung yang tinggal di Kampung Belae, Pangkep selama sebulan telah mengunjungi 17 leang yang menyimpan lukisan cadas berusia ribuan tahun. Proses riset itu menjadi pijakannya dalam melahirkan komik bertajuk Tamasya Purbakala.

Selain itu, Gandhi berkolaborasi dengan anak Sekolah Dasar (SD) di Kampung Belae dalam lokakarya mengenal kampung melalui komik. Sebanyak 80 an siswa-siswi dari SD Negeri 49 Belae dan SD Negeri 59 Rea mengalihwahanakan pikirannya ke dalam komik. Karya mereka juga dipajang di kolong Rumah Informasi Balai Pelestarian Kebudayaan yang disulap menjadi galeri berdampingan dengan karya para seniman residensi.

Tiga seniman dari Pangkep, yakni Arman Pio, seorang musisi merespons buku Riwayat Gunung dan Silsilah Laut dengan lagu berjudul: Keruh. Lagu itu diperkenalkan ke publik untuk kali pertama di pembukaan Makassar Biennale di Pangkep pada Minggu, (1/10) yang digelar di DiTimur Space.

Lagu Keruh sendiri telah diinstalasikan dan dapat didengarkan kembali oleh warga di galeri DiTimur Space yang dibuka selama dua pekan ke depan. Galeri display karya ada dua. Pertama, di Rumah Informasi di Kampung Belae yang dibuka hingga tanggal 10 Oktober. Kedua, DiTimur Space yang berlangsung hingga tanggal 16 Oktober.

Husain Abdullah yang akrap disapa Cenk, merepsons isu air dengan mural yang dibuatnya di tiga titik. Pertama, di Leang Kassi Kampung Belae dengan tulisan: Deburnya Kian Menghilang, Kedua, di tembok kantor Rumah Saraung bertuliskan Mata Air dan Air Mata, dan terakhir di pagar tembok Pengadilan Negeri Pangkajene dengan teks: Karst Sumber Air yang Menghidupi.

Melalui sesi bincang Suara Seniman yang digelar pada Senin, (2/10) di Rumah Informasi Balai Pelestarian Kebudayaan di Kampung Belae. Cenk menjelaskan jika tantangan yang dihadapi dalam mengerjakan mural di tiga titik tersebut bukannya tanpa intimidasi, ia kepergok oleh pegawai Pengadilan Negeri yang memintanya berhenti mencoreti tembok. Namun, Cenk meyakinkan jika mural itu merupakan karya seni dan bukan tindakan vandal. Pesannya berisi edukasi mengenai pentingnya menjaga ekosistem karst.

“Lebih baik ditangkap aparat ketimbang warga,” celetuknya yang memantik tawa.