Terkini.id, Pangkep - Pangkep dilimpahi kawasan karst yang membentang hingga ke Kabupaten Maros dengan luas 43.750 ha. Gugusan karst menjadi rumah bagi flora dan fauna dan juga daya dukung ekosistem yang menjadi sumber permanen air bagi mahkluk hidup.
'Yang Hilang Ditelan Kuasa' merupakan buku yang diterbitkan Yayasan Makassar Biennale (2022) yang merekam geliat pelaksanaan Makassar Biennnale (MB) tahun 2021 di Pangkep yang dipusatkan di Kalibbong Alloa, Kampung Belae, Biraeng, Minasatene, Sabtu, 7 Januari 2023.
“Selain merekam kegiatan MB di Pangkep, buku ini juga memuat tulisan Nurhady Sirimorok, Maharani Budi, Louie Buana, dan Nirwan Ahmad Arsuka yang semuanya hadir waktu gelaran MB di Pangkep,” ujar Direktur Rumah Saraung. F Daus AR.
Melalui MB, meneroka kembali karts sebagai ruang penciptaan kebudayaan di masa yang jauh, sekitar 40 ribuan tahun lampau (deep time). Di kawasan karst Pangkep menyimpan puluhan lukisan purba yang berusia 40 ribuan tahun, oleh Nirwan Ahmad Arsuka dituliskan temuan arkeologis itu menarik perhatian masyarakat dunia tentang seni dan budaya.
“Diskusi buku ini bagian dari Pra Event Makassar Biennale 2023. Kami juga berterima kasih kepada Kedai Zaydan atas sumbangsih snack sebagai bentuk dukungan atas kegiatan diskusi,” ucap Afdhal AB dari Rumah Saraung, Minggu, 8 Januari, 2023.
Analis Layanan Perpus Daerah Pangkep, Muhammad Syukur, yang didapuk sebagai salah pemantik menyampaikan kalau buku ini lebih dari buku karena merekam hal yang sejauh ini luput dilakukan. “Judul bukunya sangat menggelitik, dituliskan ada yang hilang ditelan kuasa, artinya ada yang belum hilang. Setelah saya baca lebih jauh, rupanya yang belum hilang itu perlu untuk kita jaga,” ungkapnya.
Diterangkan lebih lanjut, Syukur melihat kalau yang telah hilang adalah bentangan karst yang perlahan berkurang. Badauni AP, jurnalis, juga hadir memantik, memandang kalau selama ini kita diam saja melihat ancaman terhadap karst. “Mengapa baru hari ini kita menggelisahkannya,” ungkapnya. Menurutnya, ada kuasa di balik semua itu. “Ancaman terhadap karst sudah terjadi sejak dulu,” paparnya.
Ady Supriadi, pegiat karst dari Kampung Belae kembali memaparkan kalau karst itu serupa galon raksasa. “Coba kita perhatikan spons yang disiram air, maka air itu tidak langsung keluar tetapi diserap,” ungkapnya memberikan analogi.
Karst, menurut Ady, memiliki kerja hidrologis yang rumit. Di sisi lain, Ady mendorong adanya pengembangan ruang wisata berbasis warga di kawasan karst yang bisa menjadi strategi dalam menjaga ekosistem karst.
Kegiatan yang digelar pada Sabtu, (7/1) ini dihadiri perwakilan komunitas dan lembaga mahasiswa seperti Komunitas Jalan Cerita (KJC), IMDI, PMII, dan anggota KPA, juga disiarkan langsung di Instagram yang diikuti hingga 40-an orang. Selama kurang lebih tiga jam, Sulaiman Ghibran yang memandu jalannya diskusi juga memberikan eksplorasi wacana mengenai kerja kesenian dalam memandang karst.
Ia mengutip Wicaksono Adi kalau seni masa depan itu adalah kolaborasi art. Hal ini juga terkuak dari tiga pemantik mengenai perlunya kolaborasi lintas sektor dalam mendukung ekosistem karst sebagai wahana kehidupan.